Kode Etik Auditor Internal SPI

Kode Etik

Hasil kerja SPI antara lain ditentukan oleh hasil kerja auditor internalnya. Auditor Internal oleh SPI harus memberikan nilai tambah bagi Poltekkes Makassar. Untuk keperluan ini maka perlu disyaratkan suatu kode etik yang mengatur perilaku dan kepatuhan auditor internal dengan mengikuti tuntunan peraturan perundang-undangan. Kode etik ini mengatur prinsip dasar perilaku yang dalam pelaksanaannya memerlukan kesungguhan dan keseksamaan dari pengawas. Pelanggaran terhadap kode etik ini dapat mengakibatkan auditor SPI mendapat sanksi mulai dari peringatan hingga pemberhentian dari tugas pengawasan.

Auditor SPI harus memegang teguh, mematuhi dan melaksanakan Kode Etik sebagai berikut:

A. Integritas

  1. Memelihara moralitas, akhlak, kepribadian yang baik serta menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan SPI;
  2. Memiliki integritas dan loyalitas tinggi terhadap profesi, Poltekkes Makassar dan Audit Internal;
  3. Bertindak jujur, mandiri, disiplin, tidak berpihak, penuh rasa tanggungjawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan aturan yang berlaku;
  4. Mementingkan pengabdian kepada kepentingan institusi dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau golongan.

B. Obyektifitas

  1. Mematuhi sepenuhnya Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dan Standar Profesi Auditor Internal;
  2. Mengevaluasi, mengumpulkan dan mengkomunikasikan semua temuan sesuai bukti yang diperoleh tanpa menambahkan atau mengurangi fakta yang ada;
  3. Melakukan pemeriksaan secara obyektif dan bebas dari benturan kepentingan dalam menjalankan tugas profesionalnya.

C. Independensi

  1. Melaksanakan tugas pengawasan secara bebas dan mandiri;
  2. Melaporkan semua hasil pengawasan kepada Direktur dengan mengungkapkan kebenaran dan tidak menyembunyikan hal yang dapat merugikan Poltekkes Makassar atau yang melanggar hukum.

D. Kompetensi

  1. Melakukan pemeriksaan dan pengawasan dengan cermat dan sesuai dengan Etika Audit dan Program Kerja Audit, dengan menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang memadai;
  2. Memelihara dan mempertahankan standar kecakapan;
  3. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan audit.

E. Kerahasiaan

  1. Menjaga kerahasiaan informasi organisasi tempatnya bekerja;
  2. Menandatangani pakta integritas bagi pihak-pihak yang melakukan proses pengawasan sebagai bentuk komitmen menjaga kerahasiaan pekerjaan.

Tentang SPI

Pengawasan Intern adalah :

Seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi yang bertujuan untuk mengendalikan kegiatan, mengamankan harta dan aset, terselenggaranya laporan keuangan yang baik, meningkatkan efektivitas dan efisiensi, dan mendeteksi secara dini terjadinya penyimpangan dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Satuan Pengawasan Intern yang selanjutnya disebut SPI adalah :

satuan pengawasan yang dibentuk untuk membantu terselenggaranya pengawasan terhadap pelaksanaan tugas unit kerja di lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar.

SPI mempunyai tugas :

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan unit kerja.

SPI menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan program pengawasan;

b. pengawasan kebijakan dan program;

c. pengawasan pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang milik negara;

d. pemantauan dan pengkoordinasian tindak lanjut hasil pemeriksaan internal dan eksternal;

e. pendampingan dan reviu laporan keuangan;

f. pemberian saran dan rekomendasi;

g. penyusunan laporan hasil pengawasan; dan

h. pelaksanaan evaluasi hasil pengawasan.

Tugas dan Fungsi

TUGAS SPI

Tugas Satuan Pengawasan Internal adalah membantu terselenggaranya pengawasan terhadap pelaksanaan tugas unit kerja di lingkungan unit kerja.

FUNGSI SPI

  1. Penyusunan Program Pengawasan
  2. Pengawasan Kebijakan dan Program
  3. Pengawasan pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang milik negara
  4. Pemantauan dan pengkoordinasian tindak lanjut hasil pemeriksaan internal dan eksternal
  5. Pendampingan dan reviu laporan keuangan
  6. Pemberian saran dan rekomendasi
  7. Penyusunan laporan hasil pengawasan
  8. Pelaksanaan evaluasi hasil pengawasan

LINGKUP KERJA

Ruang lingkup pelaksanaan tugas Kepengawasan SPI adalah Non Akademik dan Akademik yang berimplikasi pada Aspek Keuangan, Aset dan SDM/Kepegawaian melalui kegiatan pengawasan yang meliputi:

  • Audit: Audit Kinerja, Audit Keuangan, dan Audit Tujuan Tertentu
  • Reviu
  • Pemantauan
  • Evaluasi
  • Fasilitasi: Bimtek, Pendampingan dll

Dari Prosesnya/tahapannya terdapat 5 (lima) ruang lingkup pelaksanaan tugas SPI, yaitu pemeriksaan intern terhadap:

  • Perencanaan dan penganggaran,
  • Pelaksanaan anggaran,
  • Pelaporan keuangan, dan
  • Pelaksanaan Tugas Pejabat Perbendaharaan.
  • Pemantauan Program Pengendalian Gratifikasi

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN INTERNAL

Untuk mencapai prinsip dan tata kelola keuangan yang baik, perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan sebagai berikut:

  • Pengawasan dan pengendalian operasional dilaksanakan oleh pejabat struktural di lingkungan PPNS
  • Pengawasan internal pengelolaan keuangan dilakukan oleh Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang ditunjuk oleh dan bertanggung jawab kepada Direktur.
  • Pengendalian pengelolaan keuangan dilakukan oleh Wakil Direktur II

Struktur Organisasi

Sekilas SPIP

Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP adalah:

 

"Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan."



Keempat tujuan tersebut di atas tidak perlu dicapai secara khusus atau terpisah-pisah. Dengan kata lain, instansi pemerintah tidak harus merancang secara khusus pengendalian untuk mencapai satu tujuan. Suatu kebijakan atau prosedur dapat saja dikembangkan untuk dapat mencapai lebih dari satu tujuan pengendalian.

 

Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu:

  1. Lingkungan pengendalian
  2. Penilaian risiko
  3. Kegiatan pengendalian
  4. Informasi dan komunikasi
  5. Pemantauan pengendalian intern

Keterkaitan kelima unsur sistem pengendalian intern dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Gambar tersebut menjelaskan bahwa kelima unsur pengendalian intern merupakan unsur yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena itu, yang menjadi fondasi dari pengendalian adalah orang-orang (SDM) di dalam organisasi yang membentuk lingkungan pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai instansi pemerintah.

Penyelenggaraan unsur lingkungan pengendalian (delapan sub unsur) yang baik akan meningkatkan suasana lingkungan yang nyaman yang akan menimbulkan kepedulian dan keikutsertaan seluruh pegawai. Untuk mewujudkan lingkungan pengendalian yang demikian diperlukan komitmen bersama dalam melaksanakannya. Komitmen ini juga merupakan hal yang amat penting bagi terselenggaranya unsur-unsur SPIP lainnya.

Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 yang menjadi sub unsur pertama dari lingkungan pengendalian adalah pembangunan integritas dan nilai etika (sub unsur 1.1) organisasi dengan maksud agar seluruh pegawai mengetahui aturan untuk berintegritas yang baik dan melaksanakan kegiatannya dengan sepenuh hati dengan berlandaskan pada nilai etika yang berlaku untuk seluruh pegawai tanpa terkecuali. Integritas dan nilai etika tersebut perlu dibudayakan, sehingga akan menjadi suatu kebutuhan bukan keterpaksaan. Oleh karena itu, budaya kerja yang baik pada instansi pemerintah perlu dilaksanakan secara terus menerus tanpa henti.

Selanjutnya, dibuat pernyataan bersama untuk melaksanakan integritas dan nilai etika tersebut dengan menuangkannya pada suatu pernyataan komitmen untuk melaksanakan integritas. Pernyataan ini berupa pakta (pernyataan tertulis) tentang integritas yang berisikan komitmen untuk melaksanakannya. Selain itu, kompetensi (sub unsur 1.2) yang merupakan kewajiban pegawai di bidangnya masing-masing.

Komitmen yang dilaksanakan secara periodik tersebut perlu dipantau dan dalam pelaksanaannya perlu diimbangi dengan adanya kepemimpinan yang kondusif (sub unsur 1.3) sebagai pemberi teladan untuk dituruti seluruh pegawai. Agar dapat mendorong terwujudnya hal tersebut, maka diperlukan aturan kepemimpinan yang baik. Aturan tersebut perlu disosialisasikan kepada seluruh pegawai untuk diketahui bersama.

Demikian juga, struktur organisasi perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan (sub unsur 1.4) dengan pemberian tugas dan tanggung jawab kepada pegawai dengan tepat (sub unsur 1.5). Terhadap struktur yang telah ditetapkan, perlu dilakukan analisis secara berkala tentang bentuk struktur yang tepat. Diperlukan pembinaan sumber daya manusia (sub unsur 1.6) yang tepat sehingga tujuan organisasi tercapai. Disamping itu, keberadaan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) (sub unsur 1.7) perlu ditetapkan dan diberdayakan secara tepat agar dapat berperan secara efektif. Hal lainnya yang perlu dibangun dalam penyelenggaraan lingkungan pengendalian yang baik adalah menciptakan hubungan kerja sama yang baik (sub unsur 1.8) diantara instansi pemerintah yang terkait.

Untuk membangun kondisi yang nyaman sebagaimana disebutkan di atas, maka lingkungan pengendalian yang baik harus memiliki kepemimpinan yang kondusif. Kepemimpinan yang kondusif diartikan sebagai situasi dimana pemimpin selalu mengambil keputusan dengan mendasarkan pada data hasil penilaian risiko. Berdasarkan kepemimpinan yang kondusif inilah, maka muncul kewajiban bagi pimpinan untuk menyelenggarakan penilaian risiko di instansinya.

Penilaian risiko dengan dua sub unsurnya, dimulai dengan melihat kesesuaian antara tujuan kegiatan yang dilaksanakan instansi pemerintah dengan tujuan sasarannya, serta kesesuaian dengan tujuan strategik yang ditetapkan pemerintah. Setelah penetapan tujuan, instansi pemerintah melakukan identifikasi risiko (sub unsur 2.1) atas risiko intern dan ekstern yang dapat mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan tersebut, kemudian menganalisis risiko (sub unsur 2.2) yang memiliki probability kejadian dan dampak yang sangat tinggi sampai dengan risiko yang sangat rendah.

Berdasarkan hasil penilaian risiko dilakukan respon atas risiko dan membangun kegiatan pengendalian yang tepat (sub unsur 3.1 sampai dengan 3.11). Dengan kata lain, kegiatan pengendalian dibangun dengan maksud untuk merespon risiko yang dimiliki instansi pemerintah dan memastikan bahwa respon tersebut efektif. Seluruh penyelenggaraan unsur SPIP tersebut haruslah dilaporkan dan dikomunikasikan (sub unsure 4.1 dan 4.2) serta dilakukan pemantauan (sub unsur 5.1 dan 5.2) secara terus-menerus guna perbaikan yang berkesinambungan.

Gambar di atas juga memberikan pemahaman, bahwa kelima unsur SPIP tersebut dapat berlaku baik pada tingkat instansi secara keseluruhan maupun pada fungsi/aktivitas tertentu saja.